SaberPungli Com -Gunung Kidul Malam kelam menyelimuti keluarga kecil di Padukuhan Pragak, Kalurahan Semanu, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul. Seorang remaja berinisial AF (16) menjadi korban dugaan pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota kepolisian Polres Gunungkidul, berinisial BMG, bersama dua rekannya berinisial G dan E.
Peristiwa memilukan ini terjadi pada Senin malam, 23 Juni 2025, saat korban bersama sejumlah temannya menghadiri acara rasulan di Padukuhan Tambakrejo. Alih-alih pulang dengan selamat, AF justru harus mengalami nasib naas yang meninggalkan trauma mendalam, baik secara fisik maupun psikis.
Kronologi Kejadian: Dari Acara Rasulan ke Aksi Kekerasan di Telaga
Menurut penuturan Catur Kurniyanto, ayah korban, insiden berawal dari adanya cekcok kecil antara AF dan sekelompok remaja lain saat acara berlangsung. Sekitar pukul 23.00 WIB, AF kemudian didatangi oleh oknum polisi berinisial BMG yang mengajaknya mengantarkan ke salah satu rumah warga dengan dalih menyelesaikan konflik.
“Anak saya tidak merasa curiga karena mengira akan membantu menyelesaikan masalah secara baik-baik. Tapi ternyata, ia dibawa ke lokasi sepi di sekitar Telaga Biru. Di situlah semuanya berubah jadi tragedi,” tutur Catur dengan suara getir kepada awak media, Jumat (27/06/2025) malam.
Di lokasi tersebut, BMG sempat menelepon seseorang. Tak lama kemudian, datang dua orang pria dewasa berinisial G dan E yang langsung menghajar AF tanpa alasan yang jelas. Pukulan demi pukulan mendarat ke tubuh kurus remaja tersebut hingga ia tak berdaya dan nyaris pingsan.
“Anak saya dihajar habis-habisan. Setelah itu, dia justru dibawa ke Mapolres Gunungkidul, katanya untuk menyelesaikan persoalan. Tapi cara seperti ini sangat tidak manusiawi,” tambah Catur.
Akibat Fatal: Retak Tulang dan Luka Lebam di Seluruh Tubuh
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa AF mengalami retak pada tulang lengan serta memar parah di beberapa bagian tubuh, termasuk wajah dan dada. “Tangannya sekarang tidak bisa digerakkan, kami sudah bawa ke dokter dan rontgen, hasilnya tulangnya retak,” jelas Catur.
Akibat kejadian ini, keluarga korban langsung melaporkan insiden ke Mapolres Gunungkidul pada Rabu (25/06/2025), pukul 15.00 WIB, dan menuntut proses hukum berjalan tanpa intervensi ataupun upaya damai yang tidak bermartabat.
Upaya Damai Ditolak, Hukum Harus Bicara
Meski sempat dilakukan pertemuan di sebuah rumah makan kawasan Wonosari, di mana oknum BMG dan rekan-rekannya menyampaikan permintaan maaf secara lisan, namun pihak keluarga tetap bersikeras agar hukum ditegakkan. “Kami tidak anti maaf, tapi proses hukum tetap harus berjalan. Ini demi keadilan anak saya, dan juga demi masa depan institusi Polri agar tidak tercoreng oleh ulah oknum,” tegas Catur.
Desakan Penegakan Hukum dan Transparansi Institusi
Kasus ini menuai sorotan tajam dari berbagai pihak, terutama masyarakat Gunungkidul yang mulai kehilangan kepercayaan terhadap aparat jika kasus seperti ini terus diredam atau diselesaikan secara kekeluargaan tanpa kejelasan hukum. Dugaan keterlibatan oknum penegak hukum dalam tindakan brutal ini menjadi alarm keras bagi institusi kepolisian untuk membersihkan barisan dari pelaku kekerasan berseragam.
Hingga berita ini ditayangkan, proses hukum masih berjalan, dan pihak keluarga terus mendorong agar pelaku siapa pun itu diproses secara transparan, adil, dan setimpal.
“Kami hanya ingin keadilan. Kalau polisi melakukan kesalahan, ya proses. Jangan tutup-tutupi. Jangan seolah-olah karena pakai seragam, maka boleh main hakim sendiri,” pungkas Catur, Sabtu (28/06/2025).
Kasus ini bukan sekadar soal kekerasan terhadap seorang remaja, tetapi soal marwah institusi hukum yang sedang diuji. Apakah hukum benar-benar berpihak pada korban? Atau justru tunduk pada seragam?( red)