Begini Modus Para Oknum Pegawai dan Pejabat Dirjen Pajak “Rampok” Uang Negara

Jakarta-Saberpungli.Com|
Berbagai modus yang dilakukan oknum pegawai dan pejabat Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, Kementerian Keuangan baik di pusat maupun di daerah untuk menggerogoti uang rakyat. Temasuk modus operandi pencucian uang suap yang diperoleh dari wajib pajak.

Teknik pencucian uang itu memang hal umum bagi oknum pegawai pajak korup agar tidak terendus aparat penegak hukum terutama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Oknum pegawai pajak sudah pasti menolak uang suap dengan cara transfer kecuali di luar negeri. Mereka cenderung menerima uang suap di dalam negeri dengan cara tunai (cash).

mencoba menelusuri Dari beberapa Sumber,bagaimana cara oknum pegawai dan pejabat Dirjen Pajak untuk mendapatkan kekayaan dan kemewahan.

Seperti kasus suap pajak Gayus Tambunan, Angin Payitno dan Rafael Alun Trisambodo yang menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencapai Rp 56 miliar.

Salah seorang Pegawai Dirjen Pajak, Andi, bukan nama sebenarnya saat berbincang dengan X Selaku Petugas Pajak baru-baru ini mengakui bahwa dirinya tidak mungkin bisa mengandalkan gaji untuk mendapatkan kemewahan.

Andi yang kini menyandang jabatan eselon IV di Dirjen Pajak itu menyebut gaji dan tunjangannya paling tinggi hanya Rp 40 juta per bulan.

Namun, dari gaya hidupnya, Andi tergolong hidup mewah. Dia memiliki rumah di kawasan elit di bilangan Cilangkap Jakarta Timur. Selain itu, ia juga memiliki proferty lainnya seperti rumah di kawasan Rawamangun Jakarta Timur dan sejumlah rumah toko (ruko) untuk dijadikan bisnis salon kecantikan istrinya.

Andi memiliki tiga orang anak yang paling sulung duduk dibangku SMP. Semua anak-anaknya mengecap pendidikan di salah satu sekolah termahal bertaraf internasional sejak taman kanak-kanak (TK). Uang masuk untuk SD saja sudah mencapai Rp 200 juta di sekolah tersebut

Belum lagi biaya sekolah per bulan yang nilainya selangit. Bahkan, untuk bayar uang sekolah saja harus menggunakan dollar Amerika. Untuk uang masuk 3 orang anak sudah harus mengeluarkan biaya Rp 600 juta.

Belum lagi biaya lainnya yang jauh lebih besar. Tak mengeherankan sekolah internasional itu hanya diisi oleh anak-anak pengusaha kaya dan pejabat tinggi.

Andi mengatakan, “(Biaya sekolah) habislah satu Venturer (Inova Venturer, Red),” ungkap dia terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk ketiga anaknya setiap tahun. Harga Toyota Venturer diketahui bisa mencapai Rp 450 juta per unit.

Dari penjelasan Andi, gajinya dari Dirjen Pajak hanya cukup untuk biaya sekolah anak-anaknya. Namun, Andi tak habis akal, sebagaimana teman-teman sejawatnya di Dirjen Pajak sudah sejak lama melakukan perbuatan “tercela”.

Dia mengklaim mendapatkan banyak uang karena membantu wajib pajak. Kesempatan itu sudah biasa dilakukan agar bisa menambah pundi-pundi keuangan keluarga.

Istri Andi pun hanya sebagai ibu rumah tangga. Namun, dari gaya hidupnya, dengan tumpangan kendaraan mewah seperti Pajero Sport, sedan Honda dan khusus antar jemput anak ke sekolah setara Toyota Alphard.

“Saya enggak munafiklah. Kalau mau jujur darimana dapat ini semua,” ujarnya.

Tak hanya itu, setiap akhir pekan mereka selalu gunakan waktu untuk berlibur bersama keluarga. Sehingga sangat jarang Andi berada di Jakarta saat akhir pekan.

Bila ada libur nasional dan cuti, mereka selalu menyempatkan diri untuk berlibur ke luar negeri. Bergantung jumlah hari liburnya. “Kalau cuma tiga hari (liburnya) di Asia saja. Singapura, Hongkong,” katanya.

Bila libur panjang apalagi saat anak-anaknya libur panjang mereka akan liburan ke Sidney dan negara lainnya. “Kalau akhir pekan kita di Indonesia aja. Bali, Lombok, Bandung lah,” sambungnya.

Andi pun membeberkan sejumlah cara oknum pegawai dan pejabat Dirjen Pajak mendapatkan fulus yang fanstatis

Modusnya yang dilakukan adalah mendirikan sejumlah perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau CV dengan nama orang lain atau orang yang dipercaya seperti keluarga dekat. Uang pun disuplay sesuai kebutuhan perusahaan.

Kualifikasi jenis usaha yang lebih banyak digeluti bergerak dibidang kontruksi, urukan tanah hingga penjualan seperti show room mobil bekas, salon dan restoran. Pilihan bidang konstruksi bisa menggunakan uang tunai dalam belanja barang seperti pembangunan kluster-kluster perumahan yang unitnya bisa antara 10-20 unit per lokasi.

Tentu bekerjasama dengan patner yang lain yang bisa dipercaya. Pembangunan cluster itu, tentunya lebih mudah untuk melakukan pencucian uang. Material bagunan yang didatangkan ke lokasi pembangunan lebih banyak menggunakan dana tunai. Dana tunai tersebut diperoleh dari suap pajak dari sejumlah wajib pajak baik perseorangan maupun perusahaan.

Lebih lanjut Andi mengungkap, selain perusahaan konstruksi, sejumlah bidang usaha yang digeluti adalah dengan membuka usaha jual-beli kendaraan seperti mobil bekas atau second. Masyarakat bisanya lebih cenderung menerima hasil penjualan mobilnya ke show room mobil bekas dengan dana tunai.

Namun hasil penjualan mobil itu setelah diajual nantinya sudah masuk ke rekening usaha yang resmi.

Selain itu, Andi mengatakan, untuk melakukan pencucian uang dapat juga dengan membuka salon-salon kecantikan atau restoran.

Salon kecantikan yang dikelola para istri oknum ASN pajak tidak memperdulikan berapa pendapatan yang diperoleh dari salon tersebut. Yang penting, ada semacam kegiatan usaha yang dana tunai yang diperoleh suami “dicuci” di salon kecantikan tersebut.

Bagi oknum ASN pajak yang tak mau membuka usaha, pencucian uang dapat dilakukan membeli barang berharga seperti emas batangan atau kepingan seperti Aneka Tambang (Antam). Emas-emas tersebut juga merupakan investasi jangka panjang karena harganya akan terus naik setiap tahunnya

Emas-emas tersebut bisanya dibeli per ons dalam bentuk kepingan kecil supaya tidak terdeteksi. Bila dapat duit suap yang diterima semakin besar sesuai dengan jabatan dan tugas yang diemban di Dirjen Pajak, maka pundi-pundi emas pun akan semakin benyak. Biasanya emas-emas tersebut disimpan di deposit box penyimpanan barang berharga di sejumlah bank di Jakarta.

Menyimpan di deposit box lebih aman karena sulit dijangkau oleh pihak lain apalagi aparat hukum. Emas-emas itu pun sangat aman karena dapat jaminan keamanan dari pihak yang menyewakan. Tentu untuk penyewaan deposit box tersebut bukan harga murah.

 

Deposit box jauh lebih aman dibanding menyimpan uang atau barang berharga di dalam rumah. Sebab, sekalipun ada ruang penyimpanan atau brankas di ruang khusus atau bawah tanah di dalam rumah, problem juga.

Khawatir “sial” datang seperti yang dialami mantan pegawai pajak golongan 3B Gayus Tambunan yang memiliki uang hingga puluhan milir walaupun baru beberapa tahun bekerja di Dirjen Pajak.

Selain itu, oknum ASN pajak yang kerap setiap akhir pekan meninggalkan rumah berlibur baik di dalam maupun ke luar negeri. Sehingga, meninggalkan barang berharga di rumah sangat berisiko.

Bilamana wajib pajak itu memberikan suap lumayan besar atau sudah diatas jutaan dolar, maka transaksi bisanya dilakukan di luar negeri. Biasanya perusahaan besar yang menyuap lebih aman bertransaksi di luar negeri.

Tentunya, oknum ASN Pajak itu harus terlebih dulu membuka rekening ke luar negeri seperti Singapura. Nantinya dana suap itu akan dikirim masuk di rekening oknum ASN pajak atau keluarganya yang bisa dipercaya.

Dana di luar negeri itupun digunakan untuk membeli apartement, menyekolakan anak di luar negeri nantinya, liburan ke sejumlah negara, main judi di casino hingga shoping untuk istri tercinta.

Kadangkala, saat pulang liburan, dana itu bisa dibawa secara tunai ke dalam negeri walaupun tidak bisa banyak atau hanya 100.000 dolar Singapura atau setara Rp 1,1 miliar. Dolar Singapura itu dibawa dalam bentuk uang kertas pecahan 1.000 dolar setiap lembarnya.

“Itu hanya 100 lembar. Bisa masuk dompet suami dan istri tipis lah. Jadi, aman di imigrasi kalau bawa duit segitu,” katanya.

Untuk mendapatkan uang tambahan dari wajib pajak, ASN pajak bisa mendaptakan fee dari restitusi pajak. Perusahaan yang mengajukan restitusi pajak berupaya ditekan oknum pegawai pajak, agar akhirnya perusahaan mau memberikan persentase kepada oknum pegawai pajak itu.

“Restitusi itu kan secara administrasi panjang ya? Kalau ada masalah pajak biarpun sudah puluhan tahun berlalu, itu bisa jadi masalah pencairan restitusi. Kita bantulah, tapi kita dapat fee berapa persen gitu,” katanya.

Ditanya berapa fee restitusi pajak, dia mengatakan, bergantung masalah yang dihadapi wajib pajak sebelumnya. “Bisa fifty-fifty. Kalau ada restitusi 10 miliar misalnya sudah dapat 5 miliar. Tapi kan dibagi-bagi juga ke kawan-kawan lain. Restitusi itu agak lebih rapi mainnya,” katanya.

Di lingkungan masyarakat tempat tinggallnya para pegawai Dirjen Pajak tampak memang ekslusif. Para ASN pajak ini terkesan tak mau berbaur dengan masyarakat umum karena khawatir kekayaaannya diketahui tetangga.

Mereka lebih cenderung hanya berbaur di internal sesama pegawai pajak sendiri karena sama-sama memiliki gaya hidup yang sama. High Style, gaya hidup yang hedonis, sudah merupakan hal biasa di internal pegawai dirjen pajak. Bahkan, antar sesama pegawai sudah biasa saling mengungkap apa saja harta yang sudah dimiliki.

Bagi mereka, kasus Gayus Tambunan, Agin Payitno, dan teranyar Rafael Alun hanya ketiban “sial” saja. Bagi mereka hal itu bukan masalah besar.

“Di media saja itu ribut-ribut. biasa saja, apes saja itu (Rafael) Alun,” katanya.

Bagi sejumlah pegawai Dirjen Pajak, duit yang mereka kumpulkan dari wajib pajak merupakan hasil kerja keras mereka. ASN Pajak terus berupaya mencari uang untuk menopang APBN Indonesia yang pada tahun 2022 pendapatan dari pajak hampir Rp 2.000 triliun.

Kesal juga sebenarnya, duit APBN dikorupsi juga instansi lain. Duit yang di korupsi itu kan kami kumpulkan dari masyarakat,” katanya.

Istri Rafael Alun Trisambodo

Apa yang diungkap oleh Andi, hampir sama dengan yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait sumber kekeyaan Rafael Alun Trisambodo. Rafael memiliki perumahan seluas 6,5 hektare atas nama istrinya.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, pihaknya sudah mengirim tim ke Minahasa Utara untuk memeriksa perumahan tersebut.

“Saya kirim tim kemarin ke Minahasa Utara untuk melihat perumahannya. Ada 65 ribu meter atau 6,5 hektare dimiliki dua perusahannya atas nama istri yang bersangkutan,” kata Pahala dalam jumpa pers di kantor KPK, Rabu (1/3).

Pahala mengatakan dalam LHKPN, Rafael tercatat memiliki saham di enam perusahaan. Dua dari enam perusahaan itu memiliki perumahan di Minahasa Utara.

“Yang bersangkutan ini melaporkan di LHKPN-nya punya saham di enam perusahaan, itu ada disebut nama perusahaannya apa saja, dan dua dari itu punya rumah di Minahasa Utara,” kata Pahala.

Pahala mengatakan perumahan 6,5 hektare itu tidak tercatat dalam LHKPN. Sebab, yang wajib dilaporkan ke LHKPN hanyalah kepemilikan saham.

Pahala pun mencontohkan, jika seseorang memiliki 50 lembar saham dengan harga Rp1 juta per lembarnya, maka ia melaporkan memiliki Rp50 juta surat berharga. Hal inilah yang dilakukan Rafael dalam melaporkan LHKPN.

“Jadi kalau ditanya itu perumahan segede itu di LHKPN enggak? Enggak ada. Yang ada saham di perusahaan itu saja atas nama istri, jadi perbedaan ini secara teknis saya pikir perlu diterangkan,” kata Pahala.

Rafael menjadi sorotan buntut penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy Satrio terhadap David, putra petinggi GP Ansor. Tak hanya itu, Rafael juga disorot terkait gaya hidup mewah anaknya dan hartanya yang tembus Rp56 miliar. Harta Rafael jadi sorotan karena dinilai tidak sesuai dengan profilnya sebagai pejabat pajak eselon III.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Rafael tercatat memiliki harta kekayaan sebesar RpRp56,1 miliar dan tidak memiliki utang.

Harta kekayaan Rafael senilai Rp51,9 miliar berbentuk tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Sleman DIY, dan Manado. Tanah dan bangunan yang memiliki nilai paling besar berada di Jakarta Barat dengan luas tanah 766 meter persegi dan luas bangunan 599 meter persegi dengan nilai Rp21,91 miliar

Selain itu, Rafael juga memiliki dua kendaraan, yaitu Toyota Camry tahun 2008 senilai Rp125 juta dan Toyota Kijang tahun 2018 senilai Rp300 juta.

Ia juga memiliki harta bergerak lainnya Rp420 juta, surat berharga yang mencapai Rp1,55 miliar, kas dan setara kas mencapai Rp1,3 miliar serta harta lainnya Rp419 juta.

Sementara Dirjen Pajak Suryo Utomo ketika dikonfirmasi Monitor Indonesia pada Kamis (2/3) sore belum memberikan komentar lebih jauh.

“Mas.. tlg bisa kontak direktur humas kami, namanya pak neil. No hp saya share,” demikian pesan singkat Suryo Utomo kepada salah satu Sumber.

Sementara Direktur Humas Dirjen Pajak, Neilmadrin enggan memberikan penjelasan. “Sedang meeting mas,” jawabnya singkat. (Red)

Sumber:monitor indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *