Daerah  

Bawaslu Tanggamus Kecolongan atau Sengaja Tutup Mata?

SaberPungli Com – Tanggamus Bawaslu Kabupaten Tanggamus kini dihadapkan pada pertanyaan serius terkait sebuah video yang beredar luas, menunjukkan dugaan praktik politik uang berkedok amal di tengah masa kampanye Pilkada. Dalam video tersebut, terlihat anggota DPRD Tanggamus memberikan sejumlah uang dan kaos yang diduga berasal dari salah satu calon gubernur Lampung.

Video singkat tersebut memunculkan tanda tanya besar. Meski tidak sepenuhnya jelas, terdengar beberapa pernyataan yang mencurigakan, seperti, “Ini dari Pak Mirza,” serta suara Master of Ceremony (MC) yang menambahkan, “Dari Pak Saleh,” dan kemudian, “Ini dari saya.” Identitas pemberi uang tersebut diketahui sebagai HL, anggota DPRD Tanggamus dari Partai Gerindra.

Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp terkait video itu, HL menjelaskan bahwa kegiatan tersebut adalah bagian dari agenda internal partai, dan bahwa pemberian uang merupakan zakat mal yang disalurkan kepada anak-anak yatim. “Mohon izin, itu kegiatan koordinasi internal ranting Gerindra untuk pembentukan saksi. Dan ada empat orang anak yatim yang hadir, diberikan santunan oleh tuan rumah. Saya menambahkan dengan uang zakat mal saya. Terima kasih,” tulis HL dalam pesannya.

Namun, perdebatan muncul terkait apakah hal ini bisa dikategorikan sebagai politik uang. Bawaslu sebagai lembaga pengawas tentu memiliki tanggung jawab untuk menindaklanjuti kasus ini. Walau kegiatan ini diklaim sebagai acara internal partai, publik mempertanyakan mengapa kaos dan banner yang digunakan justru mencerminkan dukungan terhadap salah satu calon, bukan atribut partai. Ini menimbulkan kesan bahwa acara tersebut lebih mirip kampanye terselubung.

Mirisnya, jika benar terjadi permainan kotor dalam Pilkada Lampung dan Tanggamus, hal ini akan menjadi noda hitam bagi demokrasi lokal, apalagi melibatkan partai yang kemungkinan besar akan berkuasa dalam lima tahun ke depan. Publik bertanya-tanya: apakah Bawaslu, termasuk Panwascam setempat, tidak menyadari adanya kegiatan semacam ini? Apakah kegiatan ini diperbolehkan tanpa pengawasan ketat?

Saat kembali dimintai tanggapan, HL justru meminta agar berita ini tidak diangkat, dengan alasan masih ada program serupa yang akan dijalankan di masa mendatang. “Kalau bisa jangan bang. Saya masih ada program untuk 20 anak yatim lagi,” tulisnya.

Permintaan ini mengundang kecurigaan. Jika kegiatan ini sah dan tidak melanggar aturan kampanye maupun indikasi politik uang, mengapa HL merasa perlu meminta agar berita tersebut tidak dipublikasikan? Pertanyaan ini hanya memperdalam keprihatinan publik tentang transparansi dan keadilan dalam proses Pilkada di Lampung dan Tanggamus. Sudah saatnya Bawaslu bertindak tegas dan tidak tutup mata terhadap dugaan pelanggaran seperti ini.

( Tim / APPI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *