MUSI RAWAS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Rawas dilaporkan membatalkan Surat Keputusan (SK) pelantikan 186 pejabat yang telah dilakukan pada Jumat, 22 Maret 2024. Tindakan ini merujuk pada Surat Edaran (SE) Mendagri yang dikeluarkan pada 29 Maret 2024.
Pembatalan SK pelantikan ini terkait dengan larangan kepala daerah yang menggelar Pilkada untuk melakukan pelantikan sejak 22 Maret 2024.
Sebuah pesan yang viral di sejumlah grup WhatsApp menyampaikan informasi terkait pembatalan SK pelantikan pejabat pada tanggal 22 Maret 2024:
“assalamualaikum,….ijin ibu bupati, ibu wabup, pak sekda dan ka OPD dalam lingkungan pemkab mura. bersama ini disampaikan sk pembatalan pelantikan tgl. 22 maret 2024 untuk memenuhi SE Mendagri tgl. 29 maret 2024. mohon kepada yg pelantikan nya dibatalkan pemkab musi rawas saat ini sedang mengajukan proses ijin mendagri untuk pelantikan ulang. krn itu seluruh pihak ybs agar tdk mengambil kebijakan yg strategis sampai waktu yg telah ditentukan,”
Pesan singkat ini telah menjadi perbincangan hangat di sejumlah grup WhatsApp. Meskipun informasi ini telah tersebar luas di media sosial, redaksi belum menerima keterangan resmi dari Pemkab Musi Rawas.
Surat Edaran Mendagri tertanggal 29 Maret 2024 mengatur kewenangan kepala daerah yang melaksanakan Pilkada dalam aspek kepegawaian. Larangan ini diterbitkan sesuai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU).
Ayat 5 dari UU tersebut menegaskan bahwa apabila gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota selaku petahana melanggar, akan dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi atau KPU kabupaten/kota.
Koordinator LSM Peko, dalam pernyataannya kepada media pada Sabtu, 13 April 2024, mengungkapkan kecaman terhadap pemerintahan Kabupaten Musi Rawas yang dipimpin oleh Bupati Hj Ratna Machmud dan Wakil Bupati Suwarti.
“Inilah yang menjadi bobroknya pemkab mura semenjak dipimpin oleh bupati H Ratna Mahmud. Pembatalan ini membuktikan bahwa bupati tidak mampu bekerja. Di pemkab ini terdapat ahli hukum, ahli ekonomi, dan lain-lain, seharusnya ada kontrol sebelum pelantikan. Lebih baik bupati mundur daripada tidak mampu bekerja,” ungkap koordinator LSM Peko.
Koordinator LSM Peko juga menuduh bahwa Bupati Musi Rawas terjebak dalam tindakan yang tidak terkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Daerah dan Dinas Manajemen Sumber Daya Manusia.*