Jakarta-Saberpungli.Com|
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meminta semua pihak berhenti menyerukan boikot pembayaran pajak. Ini karena pembayaran dan pelaporan pajak merupakan kewajiban seluruh masyarakat.
Apalagi, bulan ini menjadi batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak periode 2022 khusus untuk pajak penghasilan (PPh) orang pribadi yang tepatnya pada 31 Maret 2023. Sementara itu untuk pelaporan SPT PPh Badan pada 30 April 2023.
“Terkait masalah pajak kami juga imbau bulan Maret ini bulan untuk penyampaian SPT. Jangan ada lagi suara suara untuk melakukan pemboikotan pajak itu,” kata Alexander saat ditemui di kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Jumat (10/3/2023).
Pembayaran pajak kata dia tidak hanya digunakan negara untuk pemberian subsidi bagi masyarakat hingga pembangunan, namun juga untuk memastikan roda pemerintahan berjalan, termasuk peroses pencegahan dan penindakan kasus korupsi.
“Kalau pajak sampai diboikot kami enggak bisa kerja, termasuk dalam rangka memperbaiki tata kelola tadi, membangun pemerintahan berbasis elektronik, semua butuh dana dan dana itu dari pajak,” ujar Alexander.
Ia pun memastikan, proses penanganan kasus-kasus yang terindikasi berupa tindak pidana korupsi, baik dalam bentuk suap maupun gratifikasi hingga kini terus dilaksanakan KPK. Termasuk terhadap oknum-oknum yang menyalahgunakan jabatannya di Direktorat Jenderal Pajak atau lainnya seperti Rafael Alun Trisambodo (RAT).
Namun, Alexander mengingatkan, tindak pidana korupsi tidak hanya berpotensi dilakukan oleh pihak-pihak yang berada di Direktorat Jenderal Pajak atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana yang menjadi sorotan saat ini karena pejabatnya bergaya hidup mewah. Di KPK sendiri potensi korupsi itu menurutnya ada.
“Saya tidak menjawab terkait oknum tertentu, tapi kami sampaikan saja di setiap lembaga, instansi pemerintah, pasti ada oknum-oknum tidak baik, di KPK saja ada. Di lembaga pemberantas korupsi ada oknum yang melakukan itu,” tegas Alexander.
Oleh sebab itu, yang terpenting saat ini bagi pemerintah adalah memperbaiki sistem pendeteksian dini terhadap pihak-pihak yang berisiko melalukan tindak pidana korupsi. Caranya dengan memperbaiki sistem-sistem pengawasan yang terbukti hingga kini belum berjalan optimal.
“Misalnya dari sistem manajemen kepegawaian tadi bisa kita petakan pegawai tersebut apakah berintegritas atau tidak, kita bisa lihat dari catatan catatan prestasi yang bersangkutan,” ungkapnya.
“Apakah yang bersangkutan pernah dihukum dan lain sebagainya masuk di situ karena sistem ini belum berjalan dengan baik, bisa jadi ketika ada promosi untuk isi jabatan ada unsur like and dislike unsur kedekatan dan lain sebagainya. Sistem itu yang akan dibangun,” tutur Alexander.
(NM)